Gibran Libatkan Anak-Anak Saat Kampanye, GMNI: Bawaslu Jangan Tutup Mata

Arjuna Putra Aldino, Ketua Umum DPP GMNI.

JAKARTA, JURNALTODAY.CO – Calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Gibran Rakabuming Raka melakukan kampanye di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Jumat 1 Desember 2023.

Pada kesempatan itu, Wali Kota Solo tersebut sempat meminta anak-anak yang hadir pada acara kampanyenya naik ke atas panggung untuk diberikan buku dan susu gratis.

“Anak-anak ke panggung, sini saya bagikan buku. Susunya nanti juga dibagikan,” kata Gibran saat menghadiri undangan Relawan Jokowi Bergerak Bersama Prabowo di RT. 013/RW. 011 Kelurahan Penjaringan, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat petang.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menilai pelibatan anak-anak jelas melanggar Undang-undang, terutama UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat (2) huruf K yang menyatakan bahwa anak usia 17 tahun ke bawah tidak boleh diikutsertakan dalam kegiatan kampanye.

“Jelas itu melanggar UU Pemilu, tidak boleh melibatkan warga negara yang tidak memiliki hak pilih dalam kegiatan kampanye. Termasuk anak-anak,” kecam Arjuna.

Selain UU Pemilu, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga menegaskan bahwa anak-anak tidak boleh disalahgunakan dalam kegiatan politik.

Bacaan Lainnya

Hal itu diatur dalam UU Perlindungan Anak pasal Pasal 15 huruf a yang berbunyi setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik.

Maka menurut Arjuna dalam perspektif UU Perlindungan Anak, larangan melibatkan anak-anak untuk mencegah eksploitasi anak dalam kegiatan kampanye.

“Anak-anak harus dilindungi dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Jadi bukan masalah ada/tidaknya ajakan memilih atau APK, tapi mengajak anak-anak dalam kampanye itu sudah dilarang,” terangnya.

Menurut Arjuna, bukti video mengajak anak-anak dalam kegiatan kampanye Gibran di RT. 013/RW. 011 Kelurahan Penjaringan, Penjaringan, Jakarta Utara, sudah banyak tertangkap kamera wartawan dan menyebar luas di masyarakat.

Untuk itu Bawaslu tidak boleh hanya menunggu laporan, sebab alat kerja pengawasan Bawaslu dalam menangani pelanggaran pemilu tidak hanya bergantung pada laporan, melainkan dapat berdasarkan temuan yang merupakan hasil pengawasan aktif Bawaslu yang mengandung dugaan pelanggaran.

“Jadi jangan nunggu ada yang lapor. Temuan juga alat kerja pengawasan Bawaslu sebagai hasil pengawasan aktif. Apalagi buktinya sudah menyebar. Jadi jangan tutup mata, pura-pura tidak tahu,” tegasnya.

Arjuna berharap Bawaslu dapat menerapkan prinsip equality before the law dimana semua warga negara itu setara di mata hukum. Tidak peduli apapun latar belakangnya.

Ini merupakan amanat UUD 1945 yang menerangkan bahwa segala warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung tinggi hukum tersebut tanpa adanya pengecualian.

“Siapapun yang melakukan pelanggaran harus ditindak. Tidak peduli dia anak siapa. Mau anak Presiden atau anak Menteri. Semua harus sama kedudukannya di mata hukum. Kecuali kita sedang berada di masa kegelapan, hukum adalah sabda raja. Itu lain soal,” tutup Arjuna.(**)