Subcomandante Marcos; Pemberontak Bertopeng Yang Gemar Membaca Sastra

Andreas Ongko Wijaya Hulu.

OPINI, JURNALTODAY.CO – Subcomandante Insurgente Marcos merupakan pemimpin besar Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (EZLN) atau Tentara Pembebasan Nasional Zapatista (EZLN). Berlokasi di Chiapas, Meksiko Tenggara. Nama aslinya adalah Rafael Sebastian Guillen Vicente (lahir 19 Juni 1957 di Tampico, Meksiko.

Pertama kali melakukan pemberontakan saat malam tahun baru 1994 yang bertepatan dengan diberlakukannya Zona Perdagangan Bebas Amerika Utara. Nama Zapatista sendiri diambil yang berarti sebagai pengikut Zapata, hal ini menunjukkan adanya keterkaitan dengan Gerakan Emiliano Zapata yang menggagas Reforma Agraria di negara Meksiko Tahun 1911.

Subcomandante Marcos merupakan mantan profesor filsafat disalah satu perguruan tinggi Meksiko. Namun, dia bukan sekedar intelektual tukang yang suka Taken kebijakan, seperti kebanyakan dosen di Perguruan Tinggi Indonesia. Dia melepaskan dunia akademisnya demi menciptakan suatu ruang bagi kaum papa yang selama ini tersisihkan.

Ketika pertama kalinya Subcomandante Marcos mengunjungi pegunungan Chiapas, untuk bertemu dengan pasukan gerilyawan yang baru terbentuk, bukan amunisi bedil atau granat yang ia bawa bersama ranselnya. Melainkan kumpulan buku-buku sastra karya dari pujangga terkenal Amerika Latin (Garcia Marquez, Varga Llosa, Julio Cortazar).

Gerakannya menggabungkan antara politik dan sastra, hal ini menjadi sesuatu yang baru dalam Gerakan revolusioner negara Amerika Latin. Alih-alih Lenin pemimpin revolusi Bolshevik sebagai insprirasinya atau Mirabeau, Danton, Marat, dan Robespierre sebagai tokoh-tokoh terkenal dalam revolusi Perancis.

Tetapi, ia lebih memilih Shakespeare sebagai tokoh inspirasi dalam gerakannya. Ia membedah, menganalisa, dan merangkai kata-kata puisi untuk membongkar paradoks kebohongan para penguasa di Meksiko.

Bacaan Lainnya

Subcomandante Marcos membangun sebuah ruang demokrtatis yang beranggotakan golongan akar rumput seperti Masyarakat Adat, Lansia, Perempuan, LGBT, Kaum Miskin Kota, Petani, dan lain-lain. Ruang ini diperuntukkan bagi kesetaraan, persadauraan dan kebebasan terhadap kaum yang selama ini suaranya selalu diartikulasikan oleh pihak penguasa,

Selain karya sastra Subcomandante Marcos juga terpengaruh oleh Ideologi Marxisme, Sosialisme dan Libertarian. Yang kemudian menjadi suluh perjuangan gerak organisasinya. Dia merupakan seorang yang anti terhadap Kapitalisme dan Neoliberalisme, alasannya adalah kedua ideologi tersebut menyebabkan begitu banyaknya perang diberbagai negara, hingga mengorbankan banyak jiwa yang tak bersalah.

Kapitalisme dan Neoliberalisme menyebabkan negara adikuasa ingin terus menjajah negara-negara yang dianggap terbelakang, namun kaya dengan sumber daya alam. sehingga segala cara dihalalkan demi tunduknya negara terbelakang tersebut.

Oleh negara adikuasa tersebut, negara terbelakang hanya dianggap sebagai wilayah Frontier yang berarti wilayah tersebut hanya dianggap sebagai penghasil objek komoditas ekonomi. Sehingga sumber daya alam yang dimiliki secara terus-menerus dikeruk oleh para pemilik modal.

Implikasinya di wilayah seperti ini situasi budaya tidak dapat dikatakan normal seperti tumpang tindih aturan, hukum yang timpang, dan hak atas tanah yang dapat diambil alih sewaktu-waktu.

Para pemimpin di wilayah Frontier bukan tunduk kepada ‘Suara Rakyat adalah Suara Tuhan’ tetapi mereka tunduk kepada kaum Borjuis. Pemimpin wilayah Frontier lebih membela kaum Borjuis karena lebih banyak untung yang dapat diperoleh. Mereka lebih suka menjilat-jilat bokong penguasa, daripada rakyat yang setiap 5 tahun sekali mereka ambil suaranya.

Hal ini tentu memunculkan pertanyaan kritis buat pembaca, apakah pemimpin di negara kita Indonesia atau khususnya di Kalimantan Timur sudah benar mendengarkan suara rakyatnya atau hanya sekedar selfi-selfi di ruang kerja?

Lalu memberi caption pada postingannya; “Sedang Memperjuangkan Nasib Rakyat”. Padahal yang dikerjakannya hanyalah merumpi antar sejawatnya.(***)

 

Penulis: Andreas Ongko Wijaya Hulu saat ini menempuh studinya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Prodi Pembangunan Sosial. Selain itu juga aktif di organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fisip Unmul Cabang Samarinda.