Polemik Sidrap Bukan Baru, Anggota DPRD Kaltim Soroti Pernyataan Pemkot Bontang dan Tawarkan Solusi

Foto : Agusriansyah Ridwan, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)/do/Jurnaltoday.co

DPRD KALTIM, JURNALTODAY.CO – Polemik status administrasi Kampung Sidrap yang menjadi sengketa antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dinilai bukanlah isu baru.

Menurut Agusriansyah Ridwan, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), akar persoalan ini telah tertanam sejak awal pemekaran wilayah dan penetapan Sidrap sebagai bagian Kutim.

“Sengketa Sidrap bukan baru sekarang, sudah ada sejak wilayah ini dimekarkan. Saat ditunjuk menjadi wilayah Kutim, otomatis timbul persoalan,” tegas Ridwan dalam pernyataannya, Rabu (28/5/2025).

Ridwan menjelaskan bahwa secara historis, kawasan Sidrap merupakan area pertanian yang digunakan bersama oleh masyarakat dari kedua wilayah. Kondisi inilah yang kemudian memicu tumpang tindih administrasi kependudukan hingga hari ini.

“Secara administrasi ada yang berkewarganegaraan Indonesia (KTP) Bontang, ada yang KTP Kutim. Ini terus berlanjut,” ujarnya.

Ridwan secara khusus menyoroti pernyataan terbaru Walikota dan Wakil Walikota Bontang terkait masalah Sidrap. Dia menilai pernyataan tersebut keliru sasaran dan cenderung tidak etis.

“Menurut saya, persoalan terhadap statement Walikota dan Wakil Walikota Bontang harusnya diarahkan ke Mendagri. Mendagrilah yang mengeluarkan surat penetapan pembagian wilayah dan putusan batas. Gugatan seharusnya ke sana, bukan malah menilai kepemimpinan orang lain. Itu sangat personal dan tidak etis,” kritik Ridwan dengan tegas.

Sebagai jalan keluar dari kebuntuan yang berlarut-larut, Ridwan menawarkan dua langkah solutif:

  1. Penyesuaian Administrasi: Pemerintah Kota Bontang diminta menyesuaikan status administrasi warganya yang secara geografis berada di wilayah Kutim, berdasarkan kebijakan dan ketentuan yang berlaku. Sebaliknya, Pemerintah Kabupaten Kutim juga harus memastikan pelayanan publik berjalan lancar bagi seluruh warga di Sidrap.
  2. Percepatan Status Desa Definitif: Solusi terbaik dan berkelanjutan, menurut Ridwan, adalah mempercepat proses penetapan status Sidrap yang hingga kini masih berstatus desa persiapan (sejak tahun 2017) menjadi desa definitif.

“Itu solusi terbaik. Ditindaklanjutilah menjadi desa definitif,” tegasnya.

Ridwan menegaskan bahwa persoalan batas wilayah antara Bontang dan Kutim, termasuk status Sidrap, sebenarnya sudah jelas (clear). Dia mengimbau semua pihak, terutama pemerintah daerah, untuk tidak terprovokasi dan terjebak dalam perdebatan yang tidak produktif.

“Kita jangan lagi berdebat. Jangan sampai tergiring opini seakan ada persoalan wilayah baru. Persoalan wilayah itu sudah clear,” pesannya.

Bagi warga atau pihak yang masih keberatan dengan status Sidrap sebagai bagian Kutim, Ridwan menyarankan agar menggugat langsung kebijakan tersebut ke Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) sebagai instansi yang berwenang menetapkan batas wilayah.

“Kalau ada warga ingin mengklaim wilayah itu, silakan gugat aturan ke Mendagri. Tidak perlu menyerempet-nyerempet antar pemerintah daerah. Itu tidak etis,” pungkas Anggota DPRD Kaltim itu menutup pernyataannya.(Do/Adv/Dprdkaltim)