Langgar Permentan, Pengecer Pupuk Bersubsidi Di Desa Mbuit Mark Up Harga Diatas HET

Ilustrasi.

Jurnaltoday.co – Dalam rangka meringankan beban para petani, pemerintah mengucurkan dana untuk mensubsidi pupuk agar petani tetap sejahtera. Mengingat, harga pupuk non subsidi di pasaran terbilang tinggi. Sehingga, petani kecil merasa berat dan tak mampu untuk membeli pupuk.

Untuk itu pemerintah melalui Kementan memberikan harga pupuk bersubsidi yang harganya sudah diatur oleh pemerintah berdasarkan Permentan No 1 tahun 2020 yang menggantikan aturan sebelumnya, yaitu Permentan No 47/Permentan/SR.310/12/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi(HET) bersubsidi, yaitu untuk jenis pupuk urea Rp. 112.500 dan NPK Rp 115.000.

Namun, berdasarkan penelusuran awak media ini di lapangan, salah satunya kios pengecer Inovasi Baru yang ada di Desa Mbuit, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, NTT milik Ester Elia Murni menjual harga di atas HET, yaitu menjual pupuk bersubsidi untuk satu pasang dengan harga Rp. 280.000/100Kg(50kg urea+50kg NPK) dengan alasan harga tersebut untuk biaya transportasi dari pengecer ke para kelompok tani.

Tentunya ini membuat petani menjerit dan terjepit dengan harga yang begitu tinggi. Padahal, di Kecamatan Boleng tersebut ada PPL yang dikepalai oleh Lusia Nial. Namun, terkesan ada pembiaraan dan disinyalir adanya kongkalikong untuk menaikkan harga pupuk subsidi tersebut.

“Hal ini, kami menganggap bahwa untuk menaikkan harga itu diduga terjadi konspirasi demi keuntungan golongan yang sudah tersistematis dan masif,” ungkap salah satu petani yang enggan dimediakan namanya.

Sementara Ester Elia Murni pemilik Kios Pengecer Lengkap(KPL) Inovasi Baru saat di wawancarai awak media ini menjelaskan mengenai harga eceran tertingginya itu sudah di atur dimana harga Urea 112.500 per karung dan NPK 115.000 per karung. Tapi harga HET ini, ambilnya di dalam gudang pengecer. Sedangkan, kalau diluar pintu gudang bukan mengacu pada harga HET lagi.

Bacaan Lainnya

Pendropingan pupuk subsidi ini seharusnya tanggung jawab distributor ke gudang pengecer. Tetapi, selama ini pendropingan pupuk dari distributor ke pengecer selalu terlambat. Sehingga, kami sebagai pengecer ambil inisiatif sendiri untuk ambil sendiri pupuknya di gudang distributor.

“Dari distributor ke pengecer ada biaya angkutnya pak. Untuk 100 karung pupuk subsidi, distributor bayar biaya angkut 550.000.Saya kan pengecer untuk tiga desa, dan tiga desa ini saya harus tebus pupuk di atas 5 ton,” ungkap istri dari Anggota DPRD Mabar dari partai Nasdem.

Mirisnya, biaya angkut ini juga dibebankan ke para kelompok tani tanpa melalui kesepakatan. Selain itu, mekanisme transaksi juga ada yang menggunakan kartu dan ada yang manual.

Terpisah, PPL Kecamatan Boleng Lusia Nial saat di wawancara media ini menjelaskan bahwa terkait dengan harga 280.000 itu sebenarnya melanggar regulasi. Tapi, sebagai pendamping, kita sudah melakukan konsultasi dengan pengecer supaya harga 280.000 tidak terkesan mencekik para petani.

“Saya tau harga 280.000 itu pak. Dan para kelompok tani juga selalu keluhkan itu ke saya.Dan saya sudah sampaikan keluhan mereka ke pengecer. Tapi, pengecer mempertahankan harga tersebut dengan alasan biaya angkut,” tutur Lusia.

Hingga berita ini ditayangkan, berbagai pihak terkait belum berhasil dikonfirmasi.(Kor)