Jurnaltoday.co – Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2024 telah melewati tahapan–tahapan yang telah di mulai sejak 2022 hingga 2024 nanti. Kontestasi politik ini hendaknya nanti menjadi momentum bagi semua masyarakat Indonesia guna mendorong kemajuan bangsa.
Keterlibatan masyarakat menjadi sangat penting sehingga harus secara aktif terlibat dalam tahapan persiapan pemilu hingga mengunakan hak pilih kita untuk memilih pemimpin yang baik berdasarkan cita–cita idologi Pancasila.
Dalam semangat pemilu sebagai wujud kedaulatan rakyat maka perlu bagi kita memiliki standar untuk menetukan dan memilih pemimpin, ideologi bangsa harus menjadi dasar dari semangat dalam pemilu yang jujur dan adil.
Kiranya penyelenggaraan pemilu serta para kontestan nantinya menjadi pelayan masyarakat, juga memandang itu sebagai suatu jalan hidup, yakni jalan hidup untuk mengabdi kepada masyarakat. Memberi penyadaran atas cita-cita pada pembebasan menuju tatanan yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Meski demikian saat memasuki tahun-tahun politik menjelang pemilu, selalu ada hal yang menarik untuk melihat kecendrungan masyarakat di dalam proses menyambut pesta demokrasi tersebut.
Walaupun kita mengetahui bahwa pemilu di Indonesia adalah momen penting bagi warga negara untuk mengambil bagian dalam memilih pemimpin yang akan memimpin negara selama lima tahun ke depan. Namun, kecenderungan masyarakat dalam di Indonesia seringkali terjebak pada faktor-faktor non-rasional seperti kepentingan pribadi, sentimen kepercayaan tertentu, dan tekanan kelompok tertentu.
Salah satu contoh kecendrungan masyarakat dalam pemilu adalah mudah terpengaruh oleh propaganda dan hoaks yang menyebar di media sosial. Banyak masyarakat yang tidak memeriksa kebenaran informasi yang mereka terima sebelum memutuskan untuk memilih calon tertentu.
Hal ini tentu sangat merugikan bagi demokrasi di Indonesia, karena masyarakat menjadi tidak mampu memilih pemimpin yang berkualitas dan memiliki integritas.
Selain itu, banyak masyarakat yang masih memilih calon berdasarkan faktor primordial dan cenderung rasial tanpa mempertimbangkan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi tidak sehat bagi demokrasi karena mengabaikan kualitas dan kapasitas calon, serta cenderung mengabaikan masalah-masalah penting yang perlu diatasi dalam negara.
Namun, meskipun terdapat kecendrungan negatif dalam Pemilu di Indonesia, terdapat juga kecendrungan positif yang dapat diapresiasi. Banyak masyarakat yang semakin kritis dan cerdas dalam memilih calon, dan tidak lagi mudah terpengaruh oleh propaganda dan hoaks.
Mereka lebih memeriksa fakta dan memilih calon berdasarkan kualitas dan kapasitasnya. Selain itu, semakin banyak pula masyarakat yang aktif terlibat dalam memonitor dan mengawasi jalannya pemilihan umum, baik melalui lembaga pengawas maupun melalui partisipasi aktif dalam pemantauan pelaksanaan pemilihan.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya pemilihan yang adil dan transparan bagi kemajuan demokrasi di Indonesia.
Dalam hal ini, pendidikan politik dan pemahaman mengenai pentingnya memilih pemimpin yang berkualitas dan memiliki integritas perlu ditingkatkan. Masyarakat perlu dilatih untuk menjadi pemilih yang cerdas, kritis, dan mandiri dalam memilih calon. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil juga perlu berkolaborasi untuk membangun kesadaran dan memerangi propaganda dan hoaks yang dapat merusak kualitas Pemilu kita.
Pemilu yang berkualitas dan transparan sangat penting bagi kemajuan demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, kecenderungan masyarakat harus terus ditingkatkan, dengan cara mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemilihan yang cerdas dan adil, serta memerangi propaganda dan hoaks yang merusak kualitas pemilihan.
Semua pihak harus bekerja sama untuk membangun sistem demokrasi yang lebih kuat dan bermartabat.(Opini/Logo)