Menanti Manuver Megawati, Asrinaldi : PDIP Tak Lagi Melihat Jokowi dan Keluarga sebagai Kader

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri (istimewa)

JAKARTA, JURNALTODAY.CO – Hari ini, Koalisi Indonesia Maju (KIM) mendaftarkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk 2024.

Sejak awal, jalan Gibran menuju Pilpres 2024 menuai polemik dan jadi sorotan publik. Ia merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo.

Gibran dan Jokowi sama-sama tercatat sebagai kader PDIP. Selain itu, usia Gibran baru 36 tahun. Menurut UU Pemilu, syarat usia minimal capres dan cawapres adalah 40.

Namun, jalan Gibran mulus. Pekan lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan soal syarat usia minimal pencalonan presiden dan wakil presiden. Mahkamah menetapkan usia minimal capres-cawapres tetap 40 tahun.

Setelah ada putusan mahkamah, koalisi Prabowo langsung mengumumkan Gibran jadi bakal cawapres. Ia menyisihkan nama lain yang sempat ada di bursa cawapres Prabowo.

Jelang pendaftaran ke KPU, PSI yang saat ini dipimpin Kaesang Pangarep melabuhkan dukungan untuk Prabowo – Gibran. Kaesang merupakan putra bungsu Jokowi. Dukungan dari PSI menambah gemuk koalisi Prabowo yang beranggotakan Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Gelora, Garuda, dan Prima.

Bacaan Lainnya

Sementara itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri telah menetapkan calon presiden PDIP adalah Ganjar Pranowo. Mega juga memasangkan Ganjar dengan Mahfud MD. PDIP berkoalisi dengan PPP, Hanura, dan Perindo.

Gibran pun mengaku telah berbicara dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Arsjad Rasjid soal jadi cawapres Prabowo. Namun, sampai saat ini belum ada kejelasan soal sikap atau sanksi PDIP kepada Gibran dan Jokowi.

Pengamat politik Universitas Andalas, Asrinaldi, menilai PDIP tak akan lagi melihat Jokowi dan keluarga sebagai kader PDIP.

Selain itu, menurut dia, adanya Demokrat di koalisi Prabowo-Gibran makin mempertegas adanya sekat antara Jokowi dengan Mega. Sebab, PDIP selalu berseberangan dengan Demokrat sejak Pemilu 2004.

“Kita tahu bahwa Bu Mega tidak begitu sreg dengan Demokrat. Jadi, dengan cara seperti itu kita bisa memahami bahwa Pak Jokowi secara terang-terangan sudah menganggap PDIP tidak lagi dalam pertimbangan beliau. Lebih mengakomodir kepentingan lawan dari PDIP dalam hal ini Demokrat,” kata Asrinaldi saat dihubungi, Selasa (24/10/2023).

Bertalian dengan itu, ia yakin Jokowi sudah siap dengan segala konsekuensi yang diberikan PDIP.

Di sisi lain, Asrinaldi menyebut majunya Gibran dalam kontestasi politik nasional tahun depan berdampak pada elektoral PDIP di Jawa Tengah, khususnya di Surakarta dan sekitarnya.

Menurut dia, Jokowi dan Gibran memiliki cukup banyak pendukung di Jawa Tengah yang identik dengan julukan ‘Kandang Banteng’.

Karena itu, lanjut dia, Megawati mesti berhati-hati dalam mengambil sikap soal Jokowi dan Gibran karena akan berdampak pada dukungan masyarakat kepada PDIP.

“Kita tahu bahwa PDIP sangat bergantung dengan Jokowi dalam arti dukungan yang selama ini masih kuat. Itu yang dijaga dengan baik oleh PDIP supaya tidak menggerus suaranya baik pemilu legislatif maupun pilpres,” ujarnya.

Asrinaldi yakin Megawati tak akan memecat Jokowi dari PDIP dalam waktu dekat. Sebab, Jokowi saat ini masih menjabat sebagai kepala negara, sehingga pemecatan justru akan merugikan PDIP.

Ia menilai PDIP akan memilih untuk tak banyak bertindak terkait sikap Jokowi. Menurutnya, kemungkinan PDIP akan memecat Jokowi setelah Pilpres 2024.

“Menjelang pemilu mungkin posisi PDIP yang lebih banyak pasif diam sambil mempelajari apa langkah-langkah politik dari Pak Jokowi dan setelah pemilu ada upaya untuk bisa menegaskan sikap dan keputusan PDIP kepada Jokowi dan kader PDIP yang dianggap mbalelo itu,” kata dia.

Pasalnya, jika PDIP memecat Gibran, maka putra sulung Jokowi itu seolah-olah menjadi korban dan bisa mendapat simpati dari masyarakat. Sementara itu, PDIP mendapat cacian.

“Masyarakat Indonesia paling murah simpati pada orang yang dikorbankan dalam konteks politik. Pengalaman seperti itu Bu Mega sangat paham sekali ketika SBY mengalahkan beliau. Jadi itu yang membuat dia menahan diri sampai Pemilu berakhir,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro pun menilai PDIP akan menggantungkan status Gibran usai menjadi cawapres Prabowo. Menurutnya, PDIP akan lebih fokus memenangkan Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024.

Agung mengatakan PDIP mempertimbangkan ekses politik yang muncul jika berlebihan dalam mengambil sikap terkait Gibran.

“Mereka tidak akan menghabiskan energi terlalu banyak untuk membahas ini. Kalau memang Gibran enggak mau mundur ya sudah, ‘nanti kita pecat tapi nanti dulu. Kita lihat dulu, nih’. Posisi PDIP dalam konteks ini saya lihat pasif,” kata Agung.

“Mereka menghitung betul semua ekses-ekses politik yang mungkin muncul ketika terlalu ekstrem menyikapinya,” imbuhnya.

Ia menjelaskan keputusan PDIP soal sikap Gibran akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap PDIP.

“Ketika misalnya PDIP memecat Gibran, secara framing politik merugikan PDIP. Karena PDIP dianggap, mungkin narasi Gibran yang memilih maju sendiri tanpa mendukung Ganjar, maka akan dianggap PDIP seolah-olah memiliki sentimen publik dengan Gibran,” tuturnya.

Karena itu, ia yakin Megawati tidak akan melakukan manuver politik dalam waktu dekat terhadap Gibran. Megawati dinilai sangat mempertimbangkan penilaian publik terhadap PDIP.

“Bu Mega pasti akan menunggu. Tidak mungkin Bu Mega akan bermanuver yang sangat cepat untuk melihat momentum ini, karena Bu Mega akan berhati-hati dengan pilihan publik,” ujarnya.

Namun, Arifki menilai tetap akan ada perselisihan antara Jokowi dan Megawati setelah Gibran resmi mendaftar sebagai cawapres Prabowo ke KPU.

“Ini tentu sinyal bahwa akan ada ruang berhadap-hadapan antara Bu Mega dengan Pak Jokowi ketika Gibran resmi mendaftar ke KPU,” ucap dia. (*)