Kritik Pemerintah Atas Kenaikan Pungutan Ekspor CPO, JPSN Kukar Sebut Bebani Petani Swadaya

Jamaluddin, Ketua Asosiasi Koperasi Nelayan Bersatu/Jaringan Petani Sawit Nasional.

Jurnaltoday.co – Jaringan Petani Sawit Nasional (JPSN) Kutai Kartanegara mengecam kebijakan pemerintah yang dinilai semakin abai terhadap nasib petani swadaya. Kenaikan pungutan ekspor CPO pada periode 1-15 Mei 2023 menjadi sorotan utama, terutama di tengah harga TBS yang semakin merosot.

Mewakili JPSN Kukar Jamaluddin yang juga merupakan ketua Asosiasi Koperasi Belayan Bersatu mengungkapkan bahwa pemerintah seharusnya memberikan kepastian harga bagi petani swadaya dengan regulasi yang jelas dan jangka panjang.

Namun, kenaikan pungutan ekspor malah membuat pengusaha membebankan biaya tambahan tersebut pada petani swadaya, yang berakibat pada penurunan pendapatan petani. Diuraikannya, dampak dari kenaikan pungutan ekspor CPO sangat mengancam pendapatan petani.

“Bayangkan saja, saat ini harga TBS di beberapa perusaha yang ada di kukar, berkisar diantara 1975-2200 per Kg, petani harus membayar biaya panen tidak kurang dari Rp 300 per kg, selain itu, juga harus membayar biaya transportasi tidak kurang dari Rp 300 per kg, petani tinggal menerima sekitar Rp 1400-1600 per Kg. Belum lagi biaya untuk perawatan. Pupuk subsidi sudah dicabut, sekarang sisa pupuk non-subsidi yang harganya rata-rata 500-700 ribu per karung, ditambah kebutuhan herbisida-pestisida dan biaya perawatan lainnya,” beber Jamaluddin.

Kritikan pun dilemparkan ke lembaga pengelolaan dana pungutan ekspor, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang dinilai belum memberikan dampak apapun bagi petani swadaya.

Bacaan Lainnya

Bahkan, dirinya menilai lembaga tersebut membuat standar yang tidak relevan bagi kondisi yang dihadapi oleh petani swadaya. Sebagai bentuk protes, JPSN sudah melakukan konsolidasi dengan jaringan petani sawit swadaya di berbagai daerah untuk merencanakan aksi demonstrasi serentak.

JPSN mendesak pemerintah untuk segera mengambil sikap tegas dan jangka panjang terhadap harga TBS untuk petani swadaya, dan menuntut alokasi dana pungutan ekspor untuk subsidi kebutuhan sarana produksi perkebunan petani swadaya.

Jamaluddin menegaskan bahwa pemerintah harus memperhatikan nasib petani swadaya yang menggantungkan pendapatannya pada sawit.

“Tuntutan ini diharapkan bisa segera ditindaklanjuti oleh pemerintah untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh petani swadaya dalam mengembangkan perkebunan sawit mereka,” harapnya.

Selain itu, kata Jamaluddin, sikap JPSN secara nasional pun mendesak pembubaran lembaga pengelola dana pungutan ekspor, BPD-PKS.

“JPSN juga menuntut untuk membubarkan BPDPKS jika lembaga ini tidak mampu mengelola dana pungutan ekspor dengan adil dan relevan bagi kebutuhan petani swadaya,” kata dia.

Terakhir, Jamaluddin menyebut bahwa JPSN juga mengusulkan alokasi dana pungutan ekspor untuk subsidi kebutuhan sarana produksi perkebunan petani swadaya.(as)