KUTAI TIMUR, JURNALTODAY.CO – Di tengah arus global yang menuntut keberlanjutan dan legalitas dalam produksi kelapa sawit, para petani kecil dari berbagai pelosok Kutai Timur melangkah maju. Mereka tidak lagi ingin menjadi penonton dalam panggung besar industri sawit.
Di Hotel Grand Victoria, Sangatta, sebuah tonggak sejarah ditorehkan. Dari lantai hotel yang terasa hangat oleh semangat gotong royong, lagu Indonesia Raya dan Mars Kutai Timur bergema, membuka acara yang tak hanya formal, tetapi juga penuh harapan.
Di hadapan para pejabat daerah, pimpinan koperasi, perusahaan pengolahan sawit, akademisi, dan mitra pembangunan, para petani menunjukkan bahwa mereka siap menulis babak baru dalam sejarah sawit rakyat dengan tangan mereka sendiri.
Bukan Sekadar Seremoni: Ini Gerakan Kolektif
Acara yang berlangsung dua hari, 14–15 Juli 2025, bukanlah seremoni biasa. Hari pertama diisi dengan workshop konsolidasi koperasi menuju sertifikasi ISPO dan RSPO, difasilitasi oleh Dinas Perkebunan Kutai Timur dan Sustain Kutim dengan dukungan GIZ Sasci+.
Di ruang diskusi yang sederhana namun penuh ide, para petani menggambarkan tantangan yang selama ini mereka hadapi: dari keterbatasan modal, status lahan yang belum legal, hingga sulitnya memastikan akses pasar yang stabil.
Tetapi mereka tak datang hanya untuk mengeluh. Mereka datang untuk merumuskan strategi bersama.
“Kita sedang membangun kekuatan akar rumput, bukan sekadar sertifikasi, tetapi sistem kolektif yang akan memperkuat posisitawar petani di masa depan,” ujar Ade Akbar, Ketua Koperasi Jasa Mutiara Kombeng.
MoU, STDB, dan Laboratorium Hidup: Tiga Simbol, Satu Arah
Hari kedua adalah puncak dari semangat kolektif itu. Hadir langsung Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman yang menyatakan dukungan kuat terhadap langkah para petani.
“Asosiasi ini harus menjadi penggerak utama kesejahteraan petani. Saya senang, semangat kalian selaras dengan arah pembangunan Kutai Timur sebagai pusat hilirisasi sawit,” pesannya.
Dalam sesi resmi, dilakukan tiga hal penting, yakni penandatanganan MoU kemitraan antara dua koperasi (Tepian Jaya Lestari dan Tepian Mandiri Sejahtera) dengan PT Bimapalma Nugraha (DSN Group). Ini adalah kontrak bisnis yang menjamin kepastian pasar bagi petani sesuatu yang selama ini rapuh.
Kedua, penyerahan simbolis Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) kepada sembilan koperasi di Bengalon dan Rantau Pulung. STDB bukan sekadar dokumen, tapi simbol bahwa petani diakui dan dilindungi secara hukum.
Ketiga, penandatanganan kerjasama antara STIPER dan koperasi untuk mengembangkan‘ laboratorium hidup di kebun petani. Ini adalah bentuk integrasi antara pendidikan, petani, dan praktik berkelanjutan. Mahasiswa STIPER nantinya akan belajar langsung darikehidupan petani dan mendorong regenerasi pengetahuan.
Dari Deklarasi Jadi Gerakan
Momen yang paling menggetarkan terjadi ketika Jamaluddin, Ketua Asosiasi Petani Sawit Berkelanjutan Kaltim (APSBK), membacakan naskah deklarasi yang dirumuskan bersama.
“Sawit rakyat tak boleh ditinggalkan. Kita hadir untuk memastikan petani kecil punya masa depan dalam sistem tata kelola sawit yang adil, legal, dan lestari,” ucap Jamaluddin.
Deklarasi ini adalah hasil pergulatan panjang. Sejak awal 2024, Sustain Kutim dan GIZ Sasci+ telah mendampingi sembilan koperasi petani untuk membangun fondasi legal, memperkuat kelembagaan, hingga menyiapkan proses sertifikasi.
Beberapa koperasi sudah menyuplai TBS ke pabrik, meski masih menghadapiketerbatasan. Tapi semua sepakat: ini baru ppermulaan
Sawit Rakyat di Tengah Regulasi Global
Di sesi akhir, GIZ Sasci+ mempresentasikan tantangan regulasi global terbaru: EUDR (European Union Deforestation Regulation), sebuah aturan yang akan mengharuskan setiap tetes minyak sawit yang masuk ke Eropa bebas dari deforestasi dan dilengkapibuktilegalitas dan traceability.
Diskusi bersama Bappeda Kutai Timur membuka wawasan bahwa keberlanjutan bukan hanya isu petani, tapi soal pembangunan daerah. Kutai Timur berencana membangun landscape yurisdiksi berkelanjutan, dan APSBK kini menjadi aktor penting didalamnya.
Ini Bukan Akhir, Tapi Titik Awal
Kegiatan ini ditutup dengan tanya jawab terbuka, saling sapa antar wilayah, dan janji untuk terus
berjalan bersama. Ada yang datang dari Rantau Pulung, ada yang menyeberangi sungai dari Kombeng, dan semuanya pulang dengan semangat baru.
APSBK kini menjadi simbol. Lahir dari kebutuhan riil petani, tumbuh daribawah, dan dirancang untuk masa depan. Ini bukan sekadar asosiasi, ini gerakan akar rumput untuk mewujudkan sawit rakyat yang berdaulat, sejahtera, dan lestari.
“Mari satukan langkah. Mari tumbuhkan kekuatan dari akar rumput. Mari bersama-sama menulis babak baru sejarah sawit rakyat, sejarah yang ditulis oleh tangan petani sendiri,” tutup Jamaluddin.(*)