Inflasi Meroket, Ribuan Keluarga AS Antre Makanan Tiap Hari

Inflasi meroket, semua harga barang naik termasuk makanan dan bensin ( Foto: Istimewa )

JAKARTA ‐‐ Warga negara Indonesia (WNI) yang merupakan mahasiswa matematika terapan di Washington State University, Zafran Arif, membeberkan harga sejumlah barang yang meroket akibat inflasi di Amerika Serikat.

Zafran, yang kini tinggal di Kota Pullman, negara bagian Washington, mengaku harga pangan naik hampir mencapai dua kali lipat.

Inflasi Meroket, Ribuan Keluarga AS Antre Bantuan Makanan Tiap Hari.

“Yang saya lihat sendiri, harga makanan itu sebenarnya sama aja, sama-sama naik. Harganya tidak sama di tiap pasar, cuma sama-sama naik. Bahkan bisa hampir dua kali lipat, harga daging, kentang, ayam, ikan terutama. Itu naik semua,” kata Zafran dikutip CNN Indonesia , Sabtu (16/7/2022).

Selain itu, Zafran mengaku harga bensin naik hampir dua kali lipat.

“Yang lebih dirasakan lagi itu sebenarnya harga bensin. Itu benar-benar paling terasa sekali karena sudah hampir dua kali lipat. [Harga bensin] relatif murah di kota saya, yaitu awalnya sekitar US$2,7 [Rp40 ribu] per galon atau US$3 [Rp44 ribu] per galon, sekarang itu sudah [sampai] US$5,4 [Rp80 ribu] atau US$5,6 [Rp83 ribu] per galon. Dua kali lipat kalau dari US$2,7 [Rp40 ribu],” tuturnya.

Zafran juga mengaku bahwa harga hotel dan apartemen di sana ikut naik.

“Misalkan kita mau jalan-jalan, harga hotel, apartemen, atau airbnb itu sekarang sudah naik drastis dari sebelumnya,” katanya.

Penyebab Ribuan Warga AS Rela Antre untuk Dapat Bantuan Makanan.

“Lalu harga-harga makanan di restoran, restoran itu naiknya gila sekarang. Itu ya beruntun karena kelangkaan produk dan harga bahan pokok naik. Harga bahan pokok naik, restoran juga menaikkan harganya,” ujar Zafran lagi.

Tak hanya itu, Zafran menceritakan biaya rumah tangga di AS bisa mengeluarkan tambahan US$400 sampai US$500 ketimbang biasanya.

“Katakanlah biasanya orang hanya mengeluarkan US$2 ribu [Rp29 juta] per bulan, sekarang mereka mengeluarkan US$2400 [Rp35 juta] atau US$2500 [Rp37 juta], naik US$400 [Rp5,9 juta] atau US$500 [Rp7,4 juta] untuk pengeluarannya itu,” ceritanya.

Zafran sendiri juga mengakui alokasi untuk biaya hidup naik hingga US$400 [Rp5,9 juta] per bulan.

“Iya betul, naiknya bisa sampai angka itu. Terutama saya pengeluaran yang paling tinggi itu di bensin. Karena saya suka pergi ke luar kota. Jadi bensin yang paling terasa. Kalau di bahan makanan karena saya jarang makan ke restoran, lebih sering makan sendiri, itu saya masih bisa mengatur keuangan. Hanya yang paling parah itu di bensin sih. Dan itu bisa naik tidak sampai US$500 [Rp7,4 juta], mungkin sekitar US$450 [Rp6,7 juta] dibanding biasanya,” tuturnya.

Warga Miskin Semakin Terjepit
Menurut Zafran, inflasi yang kini terjadi di AS lebih memberatkan rakyat kecil.

“Mereka itu, misalkan alokasi yang dikeluarkan rakyat kecil sekitar 20 persen untuk bahan pokok. Kalau ada inflasi naik jadi sekitar 30 persen katakanlah. Itu artinya uang yang mereka punya semakin sedikit,” ujarnya.

Sementara itu, rakyat menengah ke atas memiliki alokasi dana untuk membeli barang tersier atau untuk jalan-jalan.

“Orang yang menengah ke atas itu, kalau misalkan harga bahan pokok naik, mereka tinggal tidak jalan-jalan dan tidak membeli barang. Jadi kalau di sini tuh orang-orang pada kesal karena yang kaya tetap kaya, yang miskin semakin miskin, dan itu sangat terasa di sini,” ujarnya. (*)