Jurnaltoday.co – Tanggal 8 Maret tiap tahunnya diperingati sebagai International Women’s Day atau Hari Perempuan Sedunia. Hal ini menjadi sebuah momen pengingat jika kelompok perempuan hingga hari ini masih berada di jalur perjuangannya dalam meraih kesetaraan hak dan kesempatan.
Kesempatan tersebut dapat diberikan melalui masyarakat sekitar yang tidak diskriminasi terhadap satu kelompok tertentu, maupun melalui kebijakan afirmatif yang dilakukan oleh negara.
Kebijakan terbentuk melalui proses panjang yang tidak steril dari politik, hingga membuat suatu kebijakan dapat disepakati bersama oleh kelompok masyarakat.
Ahli hukum Bernard Arief Sidharta menyebutkan hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan yang dibentuk, ikut membentuk tatanan masyarakat, dan bentuknya ditentukan oleh masyarakat.
Dari sini bisa kita lihat bahwa suatu kebijakan di wilayah tertentu sangat berkaitan dengan karakter masyarakat sekitarnya.
Di Indonesia, budaya patriarki telah mengakar kuat karena telah tumbuh lama bahkan sebelum Indonesia merdeka. Hal ini membuat mayoritas masyarakat Indonesia khususnya yang kesulitan terhadap akses digitalisasi dan literasi, masih memiliki pemikiran patriarki yang mengesampingkan kesempatan terhadap perempuan dalam kehidupan sosial.
Secara berkelanjutan kondisi ini berpengaruh pada minimnya partisipasi perempuan pada proses-proses politik dan kelompok masyarakat lain yang seharusnya dapat melihat permasalahan perempuan sebagai suatu akar dari masalah sosial tidak dapat menjadikan hal ini sebagai prioritas utamanya.
Pada akhirnya peraturan yang terbentuk bisa saja merupakan kebijakan yang tidak adil ataupun tidak menguntungkan kelompok perempuan dalam meraih kemerdekaan atas segala hambatannya selama ini.
Bidang Pergerakan Sarinah DPD GMNI Kaltim, melihat wilayah Kaltim yang hari ini menjadi sorotan akibat ditetapkannya sebagai Ibu Kota Negara, ditambah dengan momen politik yang sedang berjalan sepanjang tahun ini menuju Pemilihan Umum pada awal Tahun 2024 mendatang berpotensi membawa lebih banyak jalur perjuangan yang bisa dipilih dan mudah untuk diakses.
Di Kalimantan Timur sendiri jumlah pendudk laki-laki sebanyak 52,09% sementara penduduk perempuan sebanyak 47,91 % yang mana seharusnya keterwakilan politik laki-laki dan perempuan dalam posisi yang seimbang. Namun berdasarkan data Kesbangpol Kaltim tahun 2021 terdapat 4.145 orang calon legislatif laki-laki dan 1.708 orang perempuan calon legislatif.
Serta komposit IPG yaitu keterwakilan perempuan di parlemen, baru mencapai 18,8% apabila merujuk pada target minimal 30%. Selain pada kursi legislatif, yudikatif dan eksekutif, dalam tataran masyarakat sipil seperti organisasi, partisipasi dan produktiftas perempuan dalam menyumbangkan ide-idenya masih terhambat dengan beban ganda yang melekat pada urusan domestik yang membuat kelompok perempuan di Kaltim masih belum seluruhnya memiliki kesempatan yang sama.
Satu hal yang pasti adalah kita tidak boleh menutup mata pada momentum perpolitikan, karena GMNI merupakan organisasi dengan barisan marhaenis yang menentang segala bentuk penindasan, GMNI akan terus hadir dan berpihak pada rakyat kecil yang terganggu haknya, salah satunya juga turut menyelesaikan permasalahan perempuan yang mendukung perannya sebagai anggota masyarakat yang utuh.
Pada refleksi Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada Rabu, 8 Maret 2023 ini, seharusnya dapat menjadi alarm penyadar bagi masyarakat, khususnya para kaum pemuda, untuk terus berkarya, berkembang dan berjuang agar dapat mengkawal jalannya arah bangsa yang senantiasa membawa kesejahteraan umum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.(*)
Penulis:
Maulidia Rani
Ketua Bidang Pergerakan Sarinah DPD GMNI Kaltim