Bupati Manggarai Ditolak Warga Dua Kali Tegal Proyek Geothermal Poco Leok

Ratusan warga menolak kedatangan Bupati Manggarai

MANGGARAI, JURNALTODAY.CO– Lagi-lagi Bupati Manggarai ditolak ratusan warga dari 10 gendang atau komunitas adat di kawasan Poco Leok, Desa Lungar, Kecamatan Satarmese, Rabu(30/8/2023).

Bupati Manggarai Herybertus Geradus Laju Nabit bersama Pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) mendatangi wilayah Poco Leok dengan dikawal aparat kepolisian dan TNI.

Menurut pengamatan warga di lapangan , sekitar 30-an gabungan aparat mengawal kehadiran pihak PLN. Namun, kehadiran mereka sudah diketahui oleh warga Pocoleok sebelumnya.

Mendengar informasi kehadiran mereka, sejak pukul 08.30 wita, warga sudah mendatangi simpang tiga Lungar, tempat warga biasa melakukan penghadangan sebelumnya. Warga penolak geotermal berdatangan dari beberapa kampung sekitar, seperti Lungar, Tere, Jong, Rebak, Nderu, Mori, Cako, Mocok dan Mucu.

Jalannya Aksi Warga

Masyarakat Poco Leok yang menolak kehadiran geotermal terlihat sudah memenuhi simpang tiga Lungar, yang selama ini sudah tersohor dengan sebutan ‘simpang tiga bupati kaku’.

Bacaan Lainnya

Di simpang tiga tersebut, sekitar delapan orang aparat TNI sudah siaga. Dengan melihat kehadiran aparat, ibu-ibu mengomel dan berkomentar. Mereka tampak kesal kehadiran pihak aparat yang dinilai selalu saja meresahkan mereka.

“Warga kecewa karena kehadiran pihak-pihak tersebut jelas-jelas melanggar perintah wakil bupati, Heribertus Ngabut, pada waktu aksi warga Pocoleok di kantor bupati, 09 Agustus 2023 kemarin,” kata Masyudi Onggal kepada Ekora NTT, Rabu, 30 Agustus 2023.

Kata Masyudi, warga bercerita dan menyayangkan tindakan PLN dan perusahaan yang sudah dengan tahu dan mau melanggar perintah Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut. Kala itu, Wakil Bupati Manggarai meminta PT PLN agar menghentikan sementara semua proses perluasan PLTP Ulumbu sebelum ada hasil koordinasinya dengan Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit.

Beberapa ibu, kata Masyudi, berinisiatif menanyakan maksud kehadiran aparat tersebut. Pihak aparat hanya menjawab bahwa kehadiran mereka di Poco Leok hanya melaksanakan perintah atasan. Mereka sebetulnya tidak mengetahui apa pun yang terjadi di Poco Leok pada saat ini.

Setengah jam menunggu, warga mendengar suara beberapa kendaraan yang sedang bergerak ke arah kerumunan warga. Dari jarak beberapa puluh meter, sebuah mobil patroli dan pengawal (patwal) aparat kepolisian muncul, diikuti oleh mobil mewah berwarna hitam, lalu truk keranjang milik satuan kepolisian resort Manggarai. Di belakangnya, beberapa unit sepeda motor kepolisian turut membuntuti dan mengiringi rombongan itu.

Melihat kehadiran pihak tersebut, warga langsung menghadang di jalan. Kerumunan warga beberapa kampung itu segera memenuhi badan jalan. Mereka mulai melakukan aksi protes dan menuntut agar diberikan penjelasan resmi dari pihak terkait, berkaitan dengan kedatangan mereka.

Aparat keamanan segera turun dan meminta kerumunan warga agar segera menyingkir dari jalanan. Namun warga tetap bersikeras tidak mau pindah dari jalan, sebelum rombongan itu menjelaskan maksud kedatangannya.

Malahan, warga yang baru datang dari kampung jauh segera memadati kerumunan warga di jalan, semakin menambah jumlah massa. Aksi protes, yel-yel dan nyanyian terdengar dari kerumunan warga. Tidak sedikit pun dari pihak warga itu beranjak dari badan jalan.

Beberapa ibu dan anak muda segera menuntut pihak PLN segera turun dari mobil, untuk memberikan penjelasan resmi terkait kehadirannya di Pocoleok. Namun rombongan PLN itu tetap tidak mau turun.

Sebaliknya, aparat kepolisian segera turun dan langsung berhadapan dengan warga.

“Mereka juga memperketat penjagaan di sekitar mobil mewah yang ditumpangi pihak PLN dan perusahaan. Maka, untuk ke sekian kali, warga diatur untuk diperhadapkan dengan aparat keamanan, bukannya dengan pihak yang berkepentingan dengan proyek geothermal tersebut,” jelas Yudi.

Warga pun tidak mendapat penjelasan langsung dari perusahaan dan PLN, pihak yang berkepentingan dengan proyek geotermal yang direncanakan di Poco Leok. Karena mendapat perlakuan demikian, warga bereaksi balik.

Warga mulai mengutuk dan menyayangkan rombongan itu. Sambil berkomentar, warga menambah jumlah barisan di badan jalan. Pihak ibu-ibu tetap menjadi yang paling berani, paling agresif melawan dan menghadang.

“Kerumunan warga Poco Leok sulit ditembus, juga komentar dan reaksi warga susah dihentikan. Kami tetap tidak mau beranjak dari jalanan. Situasi itu berlangsung cukup lama, dan warga tetap tidak mau kompromi,” katanya.

Kemudian, beberapa aparat keamanan segera meminta izin warga agar memberi ruang bagi kendaraan rombongan itu untuk berbalik arah. Sekitar pukul 11.20 Wita, rombongan itu segera berbalik arah dan bergegas kembali ke arah Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.

Sementara itu, warga Poco Leok yang hadir pada aksi spontan hari ini tetap berjaga-jaga di sekitar lokasi simpang tiga Lungar, sambil memastikan rombongan itu benar-benar meninggalkan wilayah Poco Leok.

Melanggar perintah Wakil Bupati

Pengadangan pada harui ini cukup menegangkan. Hanya saja, tidak ada tanda-tanda kekerasan dari kedua belah pihak.

Akan tetapi, pengadangan warga pada hari ini, selain karena alasan-alasan yang selama ini selalu disampaikan warga, juga terutama karena alasan perintah atau larangan langsung oleh Wabup Heribertus Ngabut, pada 9 Agustus 2023 lalu.

“Mereka sengaja datang mengganggu ketenteraman kami di sini. Padahal sudah jelas perintah dari pak wakil bupati waktu demo di Ruteng. Mereka yang datang hari ini, juga saya lihat mukanya di kantor bupati. Mereka tahu itu perintah. Hanya mereka sengaja paksa diri datang lagi,” terang seorang ibu Paulina Imbut.

“Saya sedang bekerja di kebun tadi. Tetapi saya mendengar teriakan, ada yang datang lagi. Saya langsung ke sini saja. Mereka sudah keterlaluan. Padahal sudah dilarang oleh pak Heri Ngabut. Saya sangat marah. Ini sudah keterlaluan,” sambung Ibu Elisabeth Lahus.

“Mereka sudah melanggar perintah salah satu pimpinan wilayah, yakni wakil bupati. Tapi saya menilai bahwa perintah itu, jika pakai istilah orang tua, hanya sebatas tombo lègang lonto (tidak ada tanggapan serius, tetapi hanya sebatas menenangkan dan membubarkan massa aksi). Memang kita pahami, pak wakil tidak terlibat dalam penerbitan SK itu. Beliau sendiri sudah sampaikan waktu aksi kami. Selain itu, bupati juga tidak menanggapi tuntutan warga Poco Leok saat aksi di Ruteng,” kata Agustinus Tuju.

“Buktinya, belum ada kejelasan mengenai keputusan itu sampai hari ini,” tambahnya lagi.

Sejak perintah itu dikeluarkan, hingga saat ini, belum ada tindak lanjut dari keputusan tersebut. Warga Poco Leok masih menanti kelanjutan dari keputusan yang disepakati di ruang pertemuan Kantor Bupati Manggarai pada saat aksi kemarin. (*)