Samarinda– Delapan bulan pasca insiden penembakan terhadap Rusel (60), warga Desa Muara Kate, Kabupaten Paser, kasus tersebut belum menunjukkan titik terang. Kemandekan proses hukum ini memicu desakan dari Ketua Komisi II DPRD Kota Samarinda, Iswandi, yang meminta aparat penegak hukum segera bertindak nyata.
“Kalau ini dibiarkan, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan pada hukum. Harus ada bukti bahwa negara masih berdiri untuk keadilan,” ujar Iswandi, saat ditemui di Gedung DPRD Samarinda, Kamis (26/6/2025).
Ia menyayangkan lambannya penanganan perkara, terlebih setelah Wakil Presiden RI sempat mengunjungi langsung rumah duka dan menyatakan komitmen untuk mengawal jalannya proses hukum. Namun hingga kini, janji tersebut belum diwujudkan dalam bentuk tindakan konkret.
Ketiadaan kepastian hukum telah mendorong warga Muara Kate melakukan aksi perlawanan. Mereka menutup akses hauling perusahaan tambang batu bara yang melintas di desa mereka—sebuah bentuk protes terhadap ketimpangan kekuasaan dan ketidakadilan yang mereka alami.
“Penutupan jalan itu bukan sekadar aksi spontan. Itu simbol bahwa warga sudah tidak percaya. Mereka terdesak, baik secara hukum maupun ruang hidup,” jelas Iswandi.
Menurutnya, jalan yang selama ini digunakan perusahaan justru merugikan warga: kerusakan infrastruktur, polusi debu, hingga dampak sosial yang ditutup-tutupi. Kini, tragedi penembakan justru menjadi titik nadir yang membongkar luka kolektif warga terhadap eksploitasi tanpa perlindungan.
Iswandi pun menekankan peran media massa agar terus mengawal isu ini. Menurutnya, tekanan publik melalui pemberitaan adalah salah satu jalan untuk memastikan kasus Rusel tidak ikut tenggelam bersama deretan kasus-kasus yang tak pernah tuntas.
“Ini bukan hanya soal satu nyawa. Ini tentang keadilan yang tertunda dan ketimpangan yang dibiarkan. Media harus terus menyuarakan,” tegasnya.
Ia juga mengajak semua pihak, terutama masyarakat sipil, untuk bersolidaritas. Baginya, kasus ini menjadi cermin betapa lemahnya keberpihakan negara terhadap masyarakat desa yang terdampak industri ekstraktif.
“Kalau kita semua diam, maka tragedi seperti Rusel akan berulang. Negara tidak cukup hadir lewat kunjungan seremonial. Harus ada tindakan hukum yang bisa dirasakan rakyat,” pungkas Iswandi.(Adv)