Jurnaltoday.co – Presiden Joko Widodo secara resmi melarang ekspor barang tambang mentah berupa bauksit dan tembaga. Hal ini disampaikan presiden saat membuka Muktamar ke-XVIII Pemuda Muhammadiyah di Balikpapan Sport and Convention Center (BSCC) Dome kota Balikpapan, Rabu (21/2/2023) lalu.
Larangan tersebut menurut Jokowi, untuk mendorong hilirisasi agar memberi nilai tambah industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri.
Lantas, apakah hilirisasi ini bakal bisa terwujud dengan adanya larangan ekspor?
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan, kewajiban pengolahan dan pemurnian harus mempertimbangkan dua hal, yakni peningkatan nilai ekonomi dan ketersediaan pasar.
“Jadi kalau memang pasar dalam negeri ada, jelas lah harus proses dalam negeri supaya bahan bakunya berada di sini. Tapi kan sekarang chicken and egg yang mana yang duluan, apakah produk hilirisasi duluan menyediakan bahan baku baru menunggu industrinya masuk, atau industrinya masuk dulu,” jelasnya dalam CNBC Indonesia Economic Outlook 2023, Selasa (28/2/2023) kemarin.
Menurut Tony, diperlukan sinergi atau upaya yang terintegrasi untuk mewujudkan hilirisasi.
“Jadi nggak bisa si perusahaan tambang atau yang mengatur masalah pertambangan kemudian tidak koordinasi masalah perindustrian, ini harus dibuatkan juga roamdmap perindustrian yang seperti apa berbarengan dengan program hilirisasi,” terangnya.
Lanjutnya, ketika program hilirisasi jalan, industri hilir juga mesti siap. Ia pun mencontohkan seperti pada Freeport di mana saat ini progres smelternya sudah sekitar 55%.
“Contoh lah kami sekarang melakukan progres sudah smelter 55%, 54,5% per akhir Januari sekarang mungkin akhir Februari sudah bisa ada tambahan sekitar 3-5%. Ini kan si pelaku usaha lanjutannya akan melihat smelter mau jadi, sudah progres bukan cuma certia-cerita aja,” terangnya. (*)